RTH Jadi Nilai Tambah
Ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan permukiman sangat penting. RTH memiliki fungsi sebagai 'paru-paru' kota, sosial budaya, maupun keindahan atau estetika. Karena itu, RTH menjadi andalan para pengembang dalam berpromosi kawasan yang dikembangkan mereka. Dalam pengembangan satu kawasan, setiap pengembang wajib memenuhi 40% area untuk RTH. Direktur Housing Urban Development Zulfi Syarif Koto mengatakan pada umumnya kewajiban RTH di kawasan perumahan menengah atas terpenuhi. Bahkan, tidak sedikit pengembang memberikan alokasi lahan mereka lebih 40% dari total luas kawasan untuk fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas ekonomi, serta ruang terbuka hijau. "Proyek-proyek perumahan besar, bahkan bisa mencapai 50% dari luas wilayahnya untuk fasilitas-fasilitas tersebut. Keberadaan ruang hijau dapat menjadi salah satu keunggulan proyek perumahan dan juga tidak sedikit proyek yang mengembangkan konsep hijau sebagai bahan jualan utama," ujarnya ketika dihubungi, kemarin.
Namun, menurutnya, kondisi berbeda terjadi pada permukiman menengah ke bawah, khususnya pada proyek-proyek rumah sederhana dan subsidi. "Penyediaan ruang terbuka hijau pada proyek perumahan sederhana dan subsidi sangat tergantung pada regulasi pemda (pemerintah daerah) setempat dan kesiapan pengembang. Kalau pengembang mendapatkan tanah dengan harga murah, bisa dijadikan untuk ruang hijau karena akan menjadi nilai tambah bagi penjualan propertinya," katanya. Faktor-faktor penentu penyediaan ruang terbuka hijau di suatu lokasi permukiman, menurut Zulfi, antara lain luas wilayah, harga tanah, dan tata ruang.
Pada perumahan sederhana dan subsidi, pemerintah hanya memberikan bantuan untuk fasilitas prasarana dan sarana utilitas (PSU). Sementara untuk penyediaan lahan, RTH menjadi urusan pengembang. "Bantuan kepada pengembang hanya sebatas untuk pembangunan akses jalan ke lokasi perumahan saja. Belum lagi harga rumah subsidi dipatok sehingga agak berat bagi pengembang rumah subsidi menyediakan ruang hijau," jelas Zulfi. Untuk menyiasati hal tersebut, para pengembang rumah subsidi biasanya menyediakan tanah matang yang kemudian dapat dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam. "Jadi hanya menyediakan tanahnya saja. Karena mahal kalau untuk menyediakan dan menanam tanaman. Keuntungan pengembang rumah subsidi kan dipatok karena harga rumah subsidi sudah ditetapkan pemerintah."
Konsep permukiman
Salah satu contoh lokasi permukiman yang menyediakan ruang terbuka hijau cukup luas ialah Puri Botanical di Jakarta Barat. Permukiman ini memang memiliki konsep permukiman hijau. Permukiman ini dikembangkan oleh Jakarta Setiabudi Internasional (JSI) Group dengan total luas pengembangan 135 hektare (ha). Sekitar 6 ha untuk ruang terbuka yang dinamakan Taman Botanik, seluas 100 ha digunakan sebagai area residensial, dan 26 ha untuk lokasi bisnis yang akan segera dikembangkan. "Kita punya 6 ha atau 1,2 km area untuk ruang terbuka hijau yang memiliki macam-macam taman tematik. Dalam pengelolaan taman tersebut, kita bekerja sama dengan Kebun Raya Bogor. Taman-taman ini dapat digunakan sebagai sarana edukasi masyarakat karena memang menonjolkan kondisi yang alami," ujar Asisten Manager Puri Botanical Karlina Eka Lukman.
Ia mengklaim lokasi hijau di wilayah permukiman Puri Botanical merupakan yang pertama dan terbesar di Jakarta. Pihaknya tidak merasa rugi dengan membangun ruang hijau sebesar itu karena sesuai dengan visi perusahaan yang memiliki perhatian pada alam. Karlina mengatakan konsep hijau sangat sejalan dengan setiap rumah-rumah yang dibangun. Rumah yang disediakan di lokasi tersebut memiliki area taman untuk penghijauan. "Antara kebutuhan hidup dan edukasi, keberadaan area hijau ini sangat sejalan."